Menikah bukan hanya tentang kemewahan pesta
yang hanya berlangsung beberapa jam. Pesta atau segala ritual adat yang
mengiringi pengucapan janji pernikahan (ijab kabul) merupakan pintu gerbang
atau garis start dari perjalanan yang sesungguhnya. Ini benar. Tapi seringkali
tidak disadari atau malah dikesampingkan.
Orang cenderung sibuk dan fokus menyiapkan segala
pernak pernik pesta. Pendanaan, catering, gedung, baju pengantin, rias
wajah/paes, atau bahkan perjalanan bulan madu. Lalu apa yang akan terjadi
setelah perjaanan bulan madu selesai, saat harus kembali membanting tulang
untuk makan hari itu, atau tinggal dimana setelah hari-H dan seterusnya dan
seterusnya. Ataukah yang anda
bayangkan dalam kehidupan pernikahan adalah layaknya kisah Cinderella atau
putri tidur yang happilly ever after? Come on guys… anda harus berpikir ulang
jika masih berada dalam kerangka pemikiran seperti itu. Anda tahu kenapa
cerita-cerita pengantar tidur itu diakhiri pada saat mereka menikah? Menurut
saya tidak manis jika harus menceritakan mereka meributkan kemana harus
berbulan madu, atau masakan putri tidur yang keasinan…hehehe benar kan? ;)
Wake up guys… Ini lah
alasan saya menanyakan apakah anda siap untuk menikah dengan kesadaran penuh.
Beberapa hal yang saya tulis ini merupakan fakta yang saya sempat alami sendiri
serta berdasarkan cerita beberapa teman.
Apakah anda berharap
si dia akan berubah setelah menikah atau mengucapakan janji pernikahan? Faktanya
adalah orang yang anda nikahi adalah orang yang sama yang akan tidur di samping
anda sepanjang usia pernikahan. Orang ini tidak berubah layaknya pahlawan
bertopeng dalam cerita kartun. Intinya pernikahan tidak memungkinkan anda
merubah pasangan dengan tekanan atau omelan atau hanya karena status baru anda
sebagai istri atau suami. Perubahan yang anda inginkan tetap harus dimulai dari
perubahan anda sendiri.
Apakah anda tidak suka
dengan salah satu atau semua anggota keluarga calon pasangan? Hallooooo….. anda
harus menyadari calon pasangan kita dijual per paket (hehehe ;) ). Lagi-lagi
kita harus menyadari tidak bias memilih ingredient dari pasangan kita, hehehe
seperti snack dalam kemasan, tidak bisa memilih bahan-bahan yang terkandung di
dalamnya. Begitu juga dengan pasangan kita, anda harus benar-benar mengenal
pasangan sebelum memutuskan utuk menikah dengannya. Karena setiap kekurangan
dan kelebihannya harus diterima, begitu juga dengan keluarganya. Kita menikah
dengan pasangan berarti kita juga harus menikah dengan keluarganya, dan juga
harus menikahkan keluarga kita dengan keluarga pasangan.
Ingin menikah dengan
lelaki/wanita yang baik? Anda yakin dengan kata-kata tak tampak yang mengiringi
kata ‘baik’ ini? Ini mungkin berarti dia baik kepada semua orang lain,
hati-hati jika anda tidak dianggap orang lain. Karena anda berarti dianggap
bagian dari timnya dalam pelayanan yang dilakukannya pada orang lain, bisa juga
berarti anda harus berbagi kebaikan dan waktu pasangan dengan seisi dunia.
Faktanya segala sifat dan karakter yang kita inginkan dari pasangan memiliki
konsekuensi yang harus dihadapi.
Menginginkan pasangan
yang cinta dan peduli pada keluarga? Family oriented? Yakinkan anda mengerti
apa yang dimaksud dengan ‘keluarga’ di sini. Keluarga ini tidak hanya berarti
istri/suami dan anak-anaknya, tapi juga berarti orang tua dan
saudara-saudaranya, atau teman-teman dan komunitasnya, maupun apapun yang dia
anggap sebagai keluarga. Lagi-lagi yakinkan bahwa anda siap berbagi dengan
semua ‘keluarga’nya, ok? Make it simple guys, kompromikan dan buat semua
seimbang.
Pernah dengar ‘menikah
untuk menyempurnakan agama’? Dalam keyakinan saya demikian, meski mungkin
redaksi saya tidak tepat. Tapi guys jangan salah mengartikannya, ini bukan
berarti dua pribadi yang tidak utuh menjadi satu. Tapi lebih pada dua pribadi
yang utuh bergabung menjadi satu kesatuan. Layaknya tim yang solid, karena
harapan setiap rumah tangga tentunya dari dua orang ini akan berkembang menjadi
jumlah yang lebih besar lagi kan? Dengan bertambahnya jumlah anak-anak juga
cucu kelak. Dan tentu bangunan yang diharapkan terus berkembang ini akan lebih
kokoh berdiri jikalau fondasinya sudah kokoh.
Kehidupan rumah tangga
tak ubahnya seperti pohon yang akan terus diterpa angin, konflik dengan
pasangan maupun dengan lingkungan seperti tak habis-habisnya. Tapi inilah yang
membuat rumah tangga menjadi kokoh, jika mampu mengelola dengan baik. Ada
anggapan bahawa jika yang satu jadi api maka yang lain harus bersikap menjadi
tanah agar api tidak semakin membesar, tapi ini bukan berarti kita harus
menghadapi konflik menjadi penurut yang pada akhirnya mangikis kebutuhan atau
mengorbankan kepentingan kita sebagai pribadi. Atau malah dalam upaya
menghindari konflik. Setiap pasangan pasti punya cara yang berbeda dalam
menghadapi konflik mereka, di sini lah letak perlunya saling mengenal. Dan
pastinya harus menanggalkan kaca mata merah jambu yang diliputi sensasi jatuh
cinta, karena kadang kala menjadikan sang pemakai kaca mata kurang logis dan
realistis. Saat semua indah, nice, kotoran kambing pun berasa coklat, dunia
milik berdua dan yang lain ngontrak… hehehe ;).
Tidak ingin
menakut-nakuti, cuma shocking terapi mungkin. Intinya dengan berbekal beberapa
realita ini anda semua bisa menyongsong pernikahan dengan lebih sadar serta
siap, dan pernikahan anda bukan hanya fantasi layaknya cerita dongeng sebelum
tidur. Kehidupan pernikahan itu indah guys, penuh warna. Tidak hanya hitam
putih atau pink. Benar kan? Bagaimana dengan hari-hari indah pernikahan anda?
Disarikan dari berbagai
sumber.
Terinspirasi dari buku
Dr. Robin L. Smith
Tidak ada komentar:
Posting Komentar