.rbbox{-moz-box-shadow: inset 0 0 20px #f10c0c; -webkit-box-shadow: inset 0 0 20px #f10c0c; box-shadow: inset 0 0 20px #f10c0c; .rbbox:hover{background-color:#000000);}
Adsense Indonesia

Kamis, 27 Juni 2013

Belajar dari Jogja

Haaallllooooo….. lama gak menyapa, apa kabar???? Semoga kita semua dalam keadaan sehat sentosa dan tak kekurangna satu apapun yach…aamiin3x

Masih ingat dengan kabar wafatnya salah satu politikus Indonesia baru-baru ini? setelah beliau meninggal beberapa pemikiran beliau didiskusikan di salah satu televisi swasta. Muncul lah kata pluralism, apa sih maksudnya? Kalau dari asal katanya sih berarti paham (isme) yang beragam (plural).  Agak membingungkan gak sih?

Kalau dari sudut pandang ilmu sosial ( sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme), pluralism sendiri di pahami sebagai sebuah kerangka dari berbagai kelompok dimana ditunjukkan saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Lebih mudah dicerna ya kalau pengertian ini hehehe . Di sini dimaksudkan beberapa kelompok tersebut menjalani hidup bersama atau interaksi dengan saling menghormati dan toleransi sehingga tidak terjadi konflik.

Agak berat  ya? Tenang, hari ini bukan itu bahasan utamanya. Narasi aja. Ngomong-ngomong pluralism jadi inget Jogja. Benar Jogjakarta. Jogja di datangi orang dari berbagai suku bahkan  berbagai bangsa, dengan berbagai tujuan yang beragam pula. Setiap orang dengan karakter yang berbeda ini membawa berbagai adat dan budayanya, tapi bukannya melebur menjadi satu melainkan mereka hidup berdampingan. Dengan toleransi yang tinggi membuat Jogja menjadi begitu ramah terhadap pendatang, akan tetapi tetap tidak kehilangan identitas dan budayanya sendiri. Subhanallah… Tidak hanya budaya yang dapat hidup berdampingan di Jogja tapi juga agama. Indah sekali harmonisasi yang tercipta di tengah berbagai perbedaan di Jogja.

Yang kurasakan, masyarakat Jogja itu cinta pada kota mereka, entah gimana tapi mereka jadi sangat menjaga budaya mereka. Bukan berarti tidak ada budaya luar yang memberi pengaruh, gak juga, Jogja itu dinamis. Jogja itu berkembang tapi tidak meninggalkan akar budaya dan kearifan lokalnya. Tetap kerasaaa banget Jogjanya. Setiap elemen dan lapisan masyarakat bekerjasama menciptakan Jogja yang Jogja banget dan terus berkembang dan memperbaiki diri. Rasanya tertata rapi, meski pasti membutuhkan proses yang tidak sebentar dan tanpa pro kontra pastinya.

Inilah salah satu alasan yang menjadikan Jogja itu lovable bangeeeetttt, terlalu mudah buat mencintai Jogja. Dan banyak banget yang betah tinggal di Jogja, atau ketagihan buat datang dan datang lagi ke Jogja. Mulai dari wisata alam, wisata sejarah, sampai wisata budaya semuanya ada. Mulai dari yang di tengah kota sampai yang di pinggiran kota, atau wisata di tengah hari sampai di malam hari. Semuanya seruuu…. Wisata kuliner juga seru lho, mulai yang murah sampai yang mahal ada, mulai di emperan toko sampai restoran kelas atas juga banyak pilihan. Yang pasti warganya sendiri juga ramah, jadi tambah betah di Jogja.

Ada ungkapan kalau everyday is Sunday in Jogja, percaya gak??? Boleh percaya boleh enggak, tapi aq pribadi sih ngrasain gitu. Hidup di Jogja itu santeeee kaya di pantaiiii, slow kaya di pulooo. Setiap liburan ke Jogja pasti rasanya ‘kok udah harus pulang aja yach, perasaan baru datang hiks…T_T’. Tempat yang tepat buat refresh otak…hehehe…


Semoga banyak hikmah yang bisa diambil dari kota budaya ini yach…

Gambar:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar