.rbbox{-moz-box-shadow: inset 0 0 20px #f10c0c; -webkit-box-shadow: inset 0 0 20px #f10c0c; box-shadow: inset 0 0 20px #f10c0c; .rbbox:hover{background-color:#000000);}
Adsense Indonesia

Jumat, 03 Januari 2014

Selamat Tahun Baru 2014

Hai lama tak jumpa...

apa kabar guys?
lama tak menyapa di www.rumpiii.blogspot.com yach :)
hari sdh berjalan beberapa waktu memasuki 2014
bagaimana resolusi anda di tahun ini?
bagi yang belum membuat, selalu ada waktu untuk membuatnya sekarang! lebih baik terlambat dari pada tidak
buatlah resolusi yang detil dan terukur, sehingga memudahkan evaluasinya nantinya.
jadi mari kita buat, hehehe saya juga belum menyederhanakan resolusi saya
yuk mari...
yang pasti mari kita mulai tahun baru ini dengan Bismillah (menyebut nama Tuhan)...
insyaallah akan dipenuhi dengan limpahan rahmat, hidayah, dan berkah-Nya
aamiin3x
tetap semangat menyongsong hari guys...
have a nice day...

Kamis, 27 Juni 2013

Belajar dari Jogja

Haaallllooooo….. lama gak menyapa, apa kabar???? Semoga kita semua dalam keadaan sehat sentosa dan tak kekurangna satu apapun yach…aamiin3x

Masih ingat dengan kabar wafatnya salah satu politikus Indonesia baru-baru ini? setelah beliau meninggal beberapa pemikiran beliau didiskusikan di salah satu televisi swasta. Muncul lah kata pluralism, apa sih maksudnya? Kalau dari asal katanya sih berarti paham (isme) yang beragam (plural).  Agak membingungkan gak sih?

Kalau dari sudut pandang ilmu sosial ( sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme), pluralism sendiri di pahami sebagai sebuah kerangka dari berbagai kelompok dimana ditunjukkan saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Lebih mudah dicerna ya kalau pengertian ini hehehe . Di sini dimaksudkan beberapa kelompok tersebut menjalani hidup bersama atau interaksi dengan saling menghormati dan toleransi sehingga tidak terjadi konflik.

Agak berat  ya? Tenang, hari ini bukan itu bahasan utamanya. Narasi aja. Ngomong-ngomong pluralism jadi inget Jogja. Benar Jogjakarta. Jogja di datangi orang dari berbagai suku bahkan  berbagai bangsa, dengan berbagai tujuan yang beragam pula. Setiap orang dengan karakter yang berbeda ini membawa berbagai adat dan budayanya, tapi bukannya melebur menjadi satu melainkan mereka hidup berdampingan. Dengan toleransi yang tinggi membuat Jogja menjadi begitu ramah terhadap pendatang, akan tetapi tetap tidak kehilangan identitas dan budayanya sendiri. Subhanallah… Tidak hanya budaya yang dapat hidup berdampingan di Jogja tapi juga agama. Indah sekali harmonisasi yang tercipta di tengah berbagai perbedaan di Jogja.

Yang kurasakan, masyarakat Jogja itu cinta pada kota mereka, entah gimana tapi mereka jadi sangat menjaga budaya mereka. Bukan berarti tidak ada budaya luar yang memberi pengaruh, gak juga, Jogja itu dinamis. Jogja itu berkembang tapi tidak meninggalkan akar budaya dan kearifan lokalnya. Tetap kerasaaa banget Jogjanya. Setiap elemen dan lapisan masyarakat bekerjasama menciptakan Jogja yang Jogja banget dan terus berkembang dan memperbaiki diri. Rasanya tertata rapi, meski pasti membutuhkan proses yang tidak sebentar dan tanpa pro kontra pastinya.

Inilah salah satu alasan yang menjadikan Jogja itu lovable bangeeeetttt, terlalu mudah buat mencintai Jogja. Dan banyak banget yang betah tinggal di Jogja, atau ketagihan buat datang dan datang lagi ke Jogja. Mulai dari wisata alam, wisata sejarah, sampai wisata budaya semuanya ada. Mulai dari yang di tengah kota sampai yang di pinggiran kota, atau wisata di tengah hari sampai di malam hari. Semuanya seruuu…. Wisata kuliner juga seru lho, mulai yang murah sampai yang mahal ada, mulai di emperan toko sampai restoran kelas atas juga banyak pilihan. Yang pasti warganya sendiri juga ramah, jadi tambah betah di Jogja.

Ada ungkapan kalau everyday is Sunday in Jogja, percaya gak??? Boleh percaya boleh enggak, tapi aq pribadi sih ngrasain gitu. Hidup di Jogja itu santeeee kaya di pantaiiii, slow kaya di pulooo. Setiap liburan ke Jogja pasti rasanya ‘kok udah harus pulang aja yach, perasaan baru datang hiks…T_T’. Tempat yang tepat buat refresh otak…hehehe…


Semoga banyak hikmah yang bisa diambil dari kota budaya ini yach…

Gambar:

Kamis, 25 April 2013

Menjadi Ibu Rumah Tangga itu Menyia-nyiakan Perjuangan RA.Kartini?



Ciyuusss? Miapa?
Apa salahnya memilih menjadi ibu rumah tangga?
Apakah RA.Kartini mengajarkan wanita Indonesia harus menjadi pekerja di luar rumah?
Pernah dengar Kartini muda memprotes itu pada ayahnya yang seorang ningrat?

Lucunya lagi beberapa pertanyaan yang muncul di sekeliling saya dimana mempertanyakan pilihan seorang wanita yang notabene bergelar sarjana untuk menjadi ibu rumah tangga, salahnya dimana? Mulai dari ibu-ibu pengajian, ibu-ibu komplek, sampai seorang teman sekolah yang notabene lelaki. Dalam hal ini saya tidak akan mengangkat bias gender pada proses mempertanyakan pilihan tersebut, hanya menggaris bawahi bahwa pertanyaan itu muncul baik dari sesama wanita maupun dari laki-laki. Semasa sekolah beberapa teman lelaki juga berpendapat bahwa enak jadi wanita karena tidak harus mencari pekerjaan dengan modal ijazah yang nantinya didapat karena bisa ‘ikut’ suami. Ada apa yach dengan masyarakat kita? Bahkan dari kalangan akademisi pun berpandangan demikian, bukankah harapannya dengan menjadi ‘berpendidikan’ bisa menghasilkan generasi yang  berwawasan luas dan tak terkungkung dengan cara pandang yang terkesan ‘tradisional’?

Tradisional’? Bukankah emansipasi merupakan salah satu tonggak modernisasi? Yach benar, saya tidak salah menggunakan istilah. Jaman bapak saya dulu, beliau bersekolah setinggi-tingginya agar mendapat penghidupan yang layak dengan menjadi pegawai negeri (jaman itu pekerjaan yang paling TOP adalah pegawai negeri ). Hehehe… saking TOPnya bahkan ada ibu yang mempersyaratkan calon menantunya berprofesi sebagai pegawai negeri. Bukannya ingin merendahkan pegawai negeri, karena saya juga anak mantan pegawai negeri, tapi coba dibayangkan berapa banyak posisi pegawai negeri dan berapa banyak sarjana beberapa tahun terakhir? Bisa dibayangkan kalau pola pikir kita hanya sekolah untuk jadi pegawai? Nah …. sekarang merupakan era baru dimana menjadi berpendidikan bukan hanya untuk menjadi pegawai, tapi jadi pengusaha yang menciptakan lowongan pekerjaan. Bahkan dimulai dari mana saja, ada yang dari garasi rumah (ingat cerita pencipta Facebook???), ada yang dari dapur, dan lain sebagainya. Terutama di jaman internet seperti sekarang, semuanya serba online dan serba komputerisasi.

Sudah berada di gelombang yang sama dengan saya? Hehehe … Ok kita kembali pada topic awal. Apakah yang sebenarnya diperjuangkan RA.Kartini? Lalu nilai apa yang bisa dipelajari dan diaplikasikan oleh anak bangsa ini? Kartini muda tergolong ‘vokal’ untuk kalangan ningrat yang terkenal dengan ketatnya aturan sopan santun dan adat. Dia memperjuangkan hak yang sama untuk memperoleh pendidikan antara lelaki dan wanita, dan dia menolak dipanggil dengan gelar kebangsawanannya. Secara tidak langsung beliau menginginkan persamaan derajat, antara dirinya dan ‘masyarakat jelata’ di masanya. Lalu apa yang bisa kita teladani dari sikap beliau?

Gigih dan semangat yang pantang menyerah, beliau terus memperjuangkan kesempatan belajar anak-anak wanita di lingkungannya.

Prinsip dan pemahamannya akan kodrat dan jati dirinya sebagai wanita. Berikut penggalan surat RA.Kartini:
"Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan
sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan
laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya
yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan
kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi
ibu, pendidik manusia yang pertama-tama" (Surat Kartini kepada Prof. Anton Dan
Nyonya, 4 Oktober 1902).
Sumber: http://aridhoa.blogspot.com/2009/04/andai-kartini-khatam-mengaji.html
Dari penggalan surat ini kita dapat melihat betapa pun besar perjuangannya untuk wanita agar mendapatkan pendidikan, ia pun sangat menyadari posisi dan kodrat penciptaannya sebagai wanita yang tak  dapat dipungkiri dan digantikan.

Kebesaran dan ketulusan hatinya juga dapat dengan jelas tergambar dari penggalan surat tersebut. Bukan untuk menjadi saingan!!! Wahai para lelaki, wanita diciptakan dari tulang rusukmu yang dekat dengan lengan agar dapat kau lindungi. Bukan dari tulang kepala untuk menjadi pemimpinmu, bukan pula dari tulang kakimu agar jadi bawahanmu. Tapi dari tulang rusukmu, agar jadi patner kehidupanmu. Subhanallah… betapa indah makna penciptaan wanita. Wahai wanita apakah kau memahami maksud perjuangan Kartini sebelum kau jauh melangkah meninggalkan rumah?

Lalu bagaimana kita harus memaknai emansipasi wanita?

Tuisan ini saya buat bukan untuk mengkritik wanita yang memutuskan untuk menjadi wanita karir, atau membenarkan wanita yang memilih berkarir dari rumah alias menjadi ibu rumah tangga atau berbisnis dari rumah. Tapi mari kita pahami bahwa wanita diciptakan oleh Allah SWT dengan fisik yang berbeda dengan lelaki, tak sekuat lelaki memang, dengan ‘jatah’ hati yang lebih besar dan seringkali menjadi alas an wanita yang lebih emosional bila dibandingkan lelaki. Tapi ini toh bukan tanpa maksud, agar saling melengkapi. Agar saling tolong-menolong, dan saling membutuhkan. Meski tak dapat dipungkiri kadang kala kita juga menemui wanita yang ‘perkasa’, fisiknya kuat sebanding dengan lelaki.

Kodrat wanita yang ‘dititipi’ rahim, maka wanita ditugasi untuk hamil dan juga menyusui anaknya. Tapi ini juga bukan berarti wanita hanya bisa di rumah saja. Ibu adalah sekolah yang pertama. Anak-anak mulai belajar sejak di dalam kandungan, oleh sebab itu ibu hamil tidak boleh berkata sembarangan, karena memang dapat didengar oleh jabang bayi di dalam kandungan. Rasanya jadi realistis manakala Kartini memperjuangkan pendidikan bagi wanita, karena dari ibu yang pandailah anak akan belajar lebih banyak pengetahuan. Maka para wanita di seluruh dunia harus berpendidikan, wanita harus cerdas J.

Emansipasi dapat dimaknai sebagai hak wanita untuk dapat membuat dan memiliki pilihan untuk menentukan nasib dan kehidupannya tanpa melupakan kodratnya sebagai wanita, dan tentu saja selama berada dalam koridor aturan agama serta norma adat yang berlaku.

Wanita ingin mengejar karir? Boleh, silahkan. Sejauh memang diijinkan oleh orang tua atau suami jika sudah menikah, atau jika memang beliau adalah tulang punggung keluarga atau kondisinya memang memaksa demikian. Wanita boleh berkarya.

Wanita memutuskan jadi ibu rumah tangga? Boleh, silahkan. Toh apa yang dilakukan itu untuk bisa mendidik anak-anak dan menjadi istri yang baik. Lagi pula jaman sekarang berbisnis dari rumah pun bisa dilakukan para ibu rumah tangga, meski butuh manajemen yang dasyat menurut pengalaman saya hehehe.

Jadi wahai wanita, apa pilihan anda hari ini? Apapun pilihan anda, pastikan anda tahu konsekuensi dari setiap pilihan tersebut, jangan sampai menyesal di akhir hari. Jangan jadi korban isu-isu emansipasi yang tak anda pahami sepenuhnya, atau jadi korban ‘kodrat’ yang anda yakini. Jadilah hebat dengan apapun pilihan anda, terus gali potensi anda. Karena dengan pilihan menjadi ibu rumah tangga bukan alasan anda tak ‘berkembang’. Teruslah bersinar wanita Indonesia…

Have a nice day…. 

Sumber :


Rabu, 17 April 2013

Beda? So what gitu loh…?!

Bentuk organ kita beda, satu sama lain. Itulah kenapa kita bisa beraktifitas dengan baik, mereka bekerjasama tanpa sibuk membandingkan bentuk mereka yang berbeda. Kebayang gak sich kalo organ dalam kita terdiri dari jantung semua, dengan fungsi jantung semua, semuanya memompa darah, tanpa urat nadi, tanpa ada yang sangat membutuhkan disuplai, semua memberi tanpa ada yang merasa perlu menerima. Bisakah kita hidup dengan organ yang sama semua??? Bisakah kita hidup jika pergerakan jantung dan darah itu tanpa suplai makanan? Cuma darah! Bisa????

Kalau semua manusia diciptakan Allah SWT memiliki bentuk tubuh dan wajah yang sama, seolah merupakan hasil clonning, kalau semua memiliki kemampuan dan bakat serta kekuatan yang sama, masih inginkah kita saling mengenal??? Masih akan adakah istilah gotong royong??? Masih perlukah orang lain???

Bayangkan, kalau seisi dunia ini warnanya biru, apakah kita akan tahu bahwa langit itu berwarna  biru???
Pertanyaannya, dimanakah letak ‘salah’nya menjadi berbeda?????
Galau mode on .

Bingung, asli…  Sekian kali yang lalu banyak yang memandang sinis, aneh, seolah ada tanda tanya besar di atas kepalanya, saat melihat orang yang memiliki cara atau bentuk yang berbeda.  Kenapa sih memangnya kalau beda??? Berkali kali pertanyaan ini muncul di kepalaku, keliling-keliling dengan suksesnya…huft.
Tapi barangkali begitu juga yach yang dipikirkan orang saat melihat sesuatu dan ternyata tak sama, kenapa gak sama? Gitu kali yach pertanyaannya, hehehe ^_^  Lucunya…

Pernah kepikir mungkin latar belakang pendidikan yang rendah membuat orang berpikir semua harus sama, tapi gak juga lho. Kemarin ngobrol sama temen jaman sekolah yang sekarang namanya punya buntut gelar pun menanyakan kenapa aku mengambil keputusan berbeda dengan dia. Kenapa harus sama coba? Dulu pernah juga ketemu teman kerja yang mengharuskan suatu cara ibadah, lucunya saat aku tak mendukung eh..malah jadi ikutan dimarahin. Aku yang pake jilbab lah yang dipermasalahkan, walah…  panjang dech. Intinya si teman kerja yang cukup lama bekerja dengan pengalaman bertemu berbagai jenis orang ini gak ngejamin juga dia terbuka dan toleran dengan perbedaan. Masih bingung juga sampai hari ini kenapa kok ya susah banget kayanya untuk menerima yang namanya ‘beda’ itu.

Pernah nyoba juga untuk sama dengan satu komunitas agar bisa diterima oleh komunitas tersebut, adaptasi nich ceritanya. Memang tak dianggap aneh, ya iyalah kan udah ditiadakan perbedaannya, Cuma pandangan ‘aneh’ penuh selidik orang-orang ini (setidaknya komunitas ini) tetep aja ada. Berbaik sangka aja mereka lagi kelebihan waktu dan tenaga buat kepo hehehe. Dan yang pasti bukannya nyaman dengan menjadi ‘orang lain’ tadi, tapi aku ‘kehilangan’ diriku dan kebahagianku. Huft … capek.

Gak bisa dipaksa kok untuk bisa memahami orang lain, ke’beda’annya, keunikan, lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya. Syusyehhhh. Masalahnya tuch yach,
  • Allah SWT memang dengan sengaja dan kesadaran penuh menciptakan manusia berbeda satu sama lain, agar saling mengenal
  • Manusia diciptakan lengkap dengan kelebihan dan kekurangan, agar saling berbelas kasihan dan membantu
  • Kekurangan orang adalah cobaan bagi kita yang lebih, seberapa perduli dengan ‘kekurangan’ orang lain, lalu apa yang kita lakukan dengan itu? Diinjak atau diangkat?!

Anyway bus way… trus musti gimana donk
Gimana kalau sejauh yang ‘beda’ tadi tidak menyalahi aturan norma adat, norma agama, norma social, hukum yang berlaku di negara ini, dan aturan agama dan kepercayaan kita maka let it be. Biarkan dia berkembang biak dengan sendirinya di alamnya masing-masing ^_^

Bukannya gak peduli, gak lagi tepo seliro, gak mau menyatu dengan lingkungan, masalahnya adalah sebuah kejahatan yang dasyat saat kita ‘merampok’ jati diri seseorang dari dia yang sebenarnya kan?! Kasian lho, tersiksa pasti.
Gimana kalau gini,
  • Coba kita mengenal apa sih yang ‘beda’, kenapa bisa ‘beda’, apa dasar pertimbangannya sampai bisa ‘beda’, karena semuanya pasti melalui sebuah proses yang gak sebentar.
  • Coba pahami, setidaknya belajar berempati agar kita lebih mudah memahaminya.
  • Kalau gak bisa paham, masih ‘gak habis pikir’ aja. Ya sudah hormati saja dia yang ‘beda’ lengkap dengan ‘paket’ penciptaannya yang sudah diskenariokan oleh pencipta-Nya. Terutama kalau perbedaan itu tak merugikan kita.
  • Jangan paksakan ‘cara’ kita, terutama jika kita tak mau dipaksa dengan ‘cara’ dia.


Benar menurut kita belum tentu benar menurut Allah SWT, baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah SWT

Sebagai manusia kita tak berhak menghakimi, karena kita bukan yang Maha Suci. Selalu ada kemungkinan kita melakukan kesalahan, khilaf, juga dosa. Beda itu indah kok J

Hehehe ^^… panjang yach rumpiii kali ini, semoga bissa jadi bahan renungan dan pembelajaran kita semua
Have a nice day… ^_^

Senin, 08 April 2013

Perlukah Mengeluh Besarkan Calon Presiden?


Anak saya tidak bisa diam, saya capek”
“Hobinya main lumpur, susah nyuci bajunya”
“Kalau sudah tanya tidak bisa berhenti, akhirnya saya keluarkan jurus ‘pokoknya’”

Hehehe… pernah dengar kata-kata ini? Atau kah mengalaminya sendiri dengan putra putri ibu-ibu sekalian. Lucu yach, sejak merencanakan untuk memiliki momongan umumnya calon orang tua berangan-angan memiliki anak-anak yang sehat, pintar, kuat dan lain sebagainya. Setelah anak-anak besar dan mulai bereksplorasi dengan anggota tubuh dan lingkungannya maka apa yang kemudian muncul dalam benak kita? Anak yang nakal lah, tidak bisa diam lah, merepotkan lah. Waaahhh lucu sekali yach para orang tua ini hehehe…

Heran gak habis-habis kalau dipikir, benar atau betul? Perlu diingat yah para mama dan papa sekalian, anak yang pintar ditandai dengan keingin tahuan yang dasyat. Terutama pada tahun emas mereka, yakni 0-6 tahun. Di tahun emas anak-anak mudah menyerap informasi apapun yang masuk ke otak mereka, dan terekam dengan sempurna. Baik yang dapat mereka lihat, dengar, kecap, sentuh maupun cium. Hal inilah mengapa mereka menjadi peniru yang hebat di usia ini. Ibaratnya otak anak seperti spon yang perkembangannya bisa mencapai 95%, wooowwww kebayang kan yach betapa dasyatnya. Hal inilah yang menjadi dasar kenapa sedini mungkin si anak harus diajaran nilai-nilai moral dan agama, selain penyerapan dan pemahamannya (meski secara sederhana) yang luar biasa juga karena menginjak usia yang lebih besar lagi anak mulai harus berinteraksi dengan lingkungan sosialnya tanpa didampingi orang tuanya. Sehingga pelurusan kebiasaan atau pengaruh buruk tidak dapat langsung dilakukan.

Di usia emas juga motorik kasar anak mulai mengalami perkembangan. Motorik kasar ini lebih pada organ gerak, terutama tangan dan kaki. Mereka mulai leluasa berlari, melompat, berguling-guling dan aktifitas fisik lainnya. Dan dimulailah ‘belajar’ kotor-kotoran hehehe…. Jika anak-anak aktif, reaktif terhadap lingkungan, berat badan dan tinggi bertambah bukankah berarti anak-anak kita sehat mama papa? Umumnya anak-anak sehat juga ditandai dengan rasa ingin tahu, selain sebagai tanda bahwa anak tersebut cerdas.
Selain rasa ingin tahu yang besar, anak yang cerdas juga ditandai dengan ingatannya yang kuat. Selain itu mereka umumnya juga  memiliki ketertarikan atau minat pada berbagai hal, menunjukkan bakat pada msik dan seni, serta mampu menulis dan membaca lebih cepat.

Luar biasa ya, ternyata dibandingkan perkembangan mereka yang luar biasa maka rasa lelah dan baju kotor yang tak habis-habis serta pertanyaan yang membuat mama papa kehabisan jawaban, sama sekali tak ada artinya. Sebanding yach dengan pengorbanannya, terbayar lunas dech ;).

Tenang mama papa, anak-anak yang ‘merepotkan’ itu merupakan calon pemimpin bangsa bahkan dunia. Perlukah kita mengeluhkan rasa lelah jika kita sadari bahwa rasa lelah ini karena membesarkan dan mendidik para ‘calon presiden’?
Pendidikan yang pertama dan utama itu ada di rumah

Akan adakah keluhan menyiram tanaman jika kita tahu bahwa tanaman yang kita siram itu adalah ‘calon’ pohon jati yang harganya mahal?
Jadi mama papa, mulai hari ini tersenyumlah menghadapi kenakalan dan tingkah polah anak-anak kita. Jika anak-anak aktif itu berarti mereka sehat, dan jika mereka sehat berarti mereka hidup. Setidaknya syukurilah kehidupan mereka jika teramat sulit menghadapi kerepotan karena anak-anak dengan senyuman.

Lets smile…
Have a nice day…. ;)

Sumber: